Minggu, 19 Desember 2010

Luka Lama

Bayang-Bayang, Air Mata.

Kupejamkan mataku, perlahan bayangan itu muncul di benakku. Dengan sangat lembut,
setetes air jatuh mengalir melalui celah kecil di mataku sebelah kiri. Tak berapa lama
setetes lagi dari mata sebelah kanan. Genangan kecil pada pelupuk mata kiriku pun
mengalir lagi. Kucoba membuat genangan baru, namun tak bisa.

Usai sholat asar di masjid As-Salam, tetes-tetes kecil berjatuhan bagai embun di pagi hari.
Suatu keajaiban Allah yang selalu kutunggu tiba, Hujan...Ah bukan. Lebih tepatnya gerimis.
Teringat pada apa yang kuminta pada-Nya tadi, semoga bayangan itu ada pada
lindungan-Nya selalu.

Gerimis semakin lebat, kuputuskan tuk terus melanjutkan perjalanan pulang. Aku ingin
sekalian memanjakan diriku dengan hobi anehku, diguyur hujan. Entah perasaanku atau
memang benar nyatanya, air yang turun dari langit kali ini tak seperti biasanya, lebih sejuk.
Ah, bukan. Ini memang benar, semakin lama......semakin terasa......bukan sejuk lagi.
tapi, dingin,sangat dingin. Mungkin air freezer yang tumpah dari langit.

Semakin lama berjalan, semakin sepi, semakin terasa dinginnya alam menyelimutiku.
Angin tak terasa lagi bagai hembusan, lebih seperti perasaan marah. Jalan di depan tak
lagi terlihat jelas, seperti efek blur dan minim brightness. Kurasakan jari-jari tanganku tak
ingin lagi bergerak, sendi-sendi kaki tanganku beku, organ dalamku juga. Paru-paru, ah,,,
sudah ak terasa. Yng hangat hanya satu titik di jantungku yang masih berdetak. Aorta,
apalagi arteri, mungkin sudah beku juga. Ah, tidak. Itu hanya perasaanku. Kalau benar, aku
bisa mati. Kepalaku terasa pusing, perih air hujan mengenai pupil mataku.

Ribuan lembar kertas bercecer rapi di lantai kamarku. Dua kipas angin kecil tampak sabar
menghembuskan anginnya. Di atas ranjang hanya ada kelinci biruku yang tak sedikitpun
tampak kedinginan. Bukan, salah. Sesosok anak perempuan berambut pendek meringkuk
memegangi ujung selimut tebal berwarna merah hati. Beralaskan sprei merah hati,
bersandar pada bantal merah hati dan didampingi dua guling merah hati. Bodoh, dia aku,
bahkan tak mengenali dirinya sendiri. Selambu pink terlihat terayun-ayun terhembus
angin dari kedua alat listrik itu. Dia bahkan tak peduli handphonenya berdering cukup lama.
Dia sibuk mengetik sesuatu yang kelihatannya penting sekali.

Yah, aku sedang menulis ini. Dan bayangan yang membuatku menangis itu datang lagi.
Sebenarnya....... bayangan itu adalah.......
Huft.... kapan-kapan akan kuberi tahu. Terimakasih mau membaca tulisan bodoh ini.

               <aku bangun dan melihat siapa yang membuat mejaku bergetar. Yah seperti
                 dugaanku. Sorry ya, keasyikan nulis. Tak kubalas dan kembali menulis kata terakhir
                 Good Bye!>
18:30:57 Novia Phantasmgoria

2 komentar:

  1. Owwh... Novia, dari tulisanmu Q sedikit banyak ikut merasakan apa yg kamu tulis...
    Cerita sama Q ndank..

    BalasHapus